Rhema Hari Ini

Rabu, 30 Juli 2014

Sarah Flower Adams, 1805-1848

NEARER MY GOD TO THEE (Makin Dekat Tuhan) (Sarah Flower Adams, 1805-1848)


             Dekat dengan orang yang kita kagumi merupakan dambaan tiap orang di muka bumi ini. Karena kedekatan tersebut akan membuat kita semakin mengenal lebih dalam lagi. Ada seorang pengarang wanita yang mengeksperesikan kerinduannnya untuk dekat akan Tuhan melalui lagu. Lagu ini kemudian menjadi begitu disukai, khususnya di saat orang menghadapi mara bahaya bahkan maut, sehingga dianggap sebagai ‘Lagu Rohani Terbesar Karangan Wanita’.

WANITA PEMBELA HAM
            Nama pengarang itu ialah Sarah Flower Adams. Ia dilahirkan di Old Harlow, Es­sex, Inggris pada 22 Pebruari 1805. Ayahnya, Ben­ja­min Flower, seorang wartawan dan politikus yang sering membela hak-hak rakyat terhadap kaum penindas. Pernah ayahnya dipenjarakan karena keberaniannya mengkritik seorang pejabat tinggi di surat kabar. Maka tidak mengherankan bila sebagai gadis, Sarah juga menaruh perhatian akan hak-hak asasi manusia (HAM). Sejak di usianya yang masih muda, ia mengarang baik prosa maupun puisi. Karangan-karangannya itu  dimuat dalam suatu surat kabar yang memperjuangkan kebebasan pers, martabat kaum wanita dan cita-cita tinggi yang sejenis.
            Suatu ketika ada seorang insinyur sipil yang juga menyumbangkan karangannya pada surat kabar tersebut. Namanya William Bridges Adams. Ia pun mulai bersahabat dengan Sarah Flower yang pandai mengarang itu, dan pada tahun 1834 mereka pun menikah.
GAGAL KARIR DI TEATER
            Sudah lama Sarah Flower Adams bercita-cita menjadi seorang pelaku sandiwara. Baru setelah menikah, atas dorongan suaminya ia berkesempatan melakukan hal itu. Pada tahun 1837 ia muncul di panggung dengan memainkan peranan utama dalam salah satu drama luhur karangan Shakespeare. Tetapi karir Sarah Adams dalam bidang teater cepat berakhir. Ketika ia masih kecil, ibunya meninggal akibat sakit TBC. Adiknya, Eliza Flower, menderita penyakit yang sama. Dan Sarah sendiripun merasa bahwa kesehatannya tidak memungkinkan untuk dia meneruskan menjadi aktris. Kalau seni drama tertutup baginya, seni puisi masih terbuka. Sekali lagi Ny. Adams mulai menulis syair. Ia bahkan menjadi agak tenar karena mengarang sebuah syair yang panjang tentang seorang Kristen yang mati syahid pada abad ketiga.
            Sarah Adams juga mengarang lirik untuk nyanyian pujian. Sering ia mempelajari Alkitab untuk mendapatkan gagasan atau buah pikiran yang baru. Pada suatu hari ia tertarik akan kisah Yakub dalam kitab Kejadian pasal 28. Ia membaca tentang masa hidup Yakub yang serba sulit. Tentu Yakub merasa sedih dan kuatir, karena ia terpaksa meninggalkan rumah dan melarikan diri dari kakaknya, Esau, yang marah karena telah mengambil hak dan berkat kesulungannya. Di Bethel Yakub tidur dengan berbantalkan batu. Di situ pun ia bermimpi tentang suatu tangga ke Surga dan para malaikat Allah turun naik di atasnya. Sadarlah dia bahwa Tuhan masih dekat padanya, sama seperti dahulu di rumah orang tuanya.
            Dengan diilhami cerita Alkitab itu, pada tahun 1841 Sarah Flower Adams menulis suatu nyanyian rohani dengan judul ‘Nearer My God to Thee’ yang kemudian menjadi lagu populer umat Kristen di seluruh dunia. Kebanyakan orang belum sadar bahwa sedikit sekali nyanyian rohani dewasa ini yang masih tetap persis seperti pada waktu ditulis semula. Hampir semuanya telah mengalami perubahan dan perbaikan sepanjang abad. Kadang-kadang ada kata-kata yang diganti sana sini, kadang ada satu baris ataupun satu bait yang diganti atau dibuang. Lain halnya dengan syair karangan Sarah F. Adams. Dalam bahasa aslinya, karangan yang dimuat dalam buku-buku terbitan masa kini itu persis sama seperti yang mula-mula ditulis satu setengah abad yang lalu. Tidak sepatah kata pun yang diubah, syairnya masih utuh.
ORANGNYA WAFAT, LAGUNYA HIDUP
            Pada tahun 1841, Pdt. William Johnson Fox, gembala sidang dari gereja tempat Sarah F. Adams beribadah hendak menerbitkan sebuah buku nyanyian pujian. Tigabelas lagu hymne yang dikumpulkannya dalam terbitan itu adalah hasil karya Ny. Adams. Termasuk juga beberapa lagu rohani yang dikarang oleh adiknya Eliza. Kedua wanita bersaudara yang berbakat itu sering dikunjungi oleh pengarang terkenal, yang ingin membicarakan hal-hal rohani dengan mereka. Tetapi penyakit Eliza semakin parah, sehingga kakaknya Sarah harus menghabiskan banyak waktu untuk merawat dia. Akhirnya Eliza meninggal pada tahun 1844.
            Dan seperti yang sudah dikuatirkan juga sejak lama, Sarah juga kena penyakit TBC, yang sangat ditakuti itu. Ia sendiri meninggal dunia empat tahun kemudian, tepatnya 14 Agustus 1848. Sarah meninggal pada umur 43 tahun. Usia yang cukup singkat, tetapi siapa yang menduga lagu nya telah menjadi kekuatan bagi banyak orang di seluruh dunia hingga saat ini ?! Selama beberapa tahun, lagu ‘Nearer My God To Thee’ dinyanyikan oleh gereja Unitarian di Fins­bury, Inggris. Hingga tahun 1856, dua redaktur buku musik yang ingin memuat sebuah lagu pujian karya Sarah Flower Adams tersebut (Sarah sudah meninggal 8 tahun sebelumnya), meminta Dr. Lowell Mason (1792-1872), seorang musikus Amerika untuk membuatkan melodi yang lain. Lowell Mason merasa agak bingung pada saat membaca syair tentang pengalaman Yakub tersebut. Sistem sanjaknya lain daripada yang lain.
            Sampai pada suatu malam, ketika Dr. Mason berbaring di atas tempat tidur, ia terus menerus memikirkan lirik lagu karangan almarhumah Sarah F. Adams tersebut. Kemudian not demi not mulai memasuki pikirannya. Dan pada keesokkan harinya, ia sudah dapat mencatat semua melodi yang muncul di tengah malam itu.
            Tiga tahun kemudian, pada tahun 1859, terbitlah buku lagu pilihan yang diredaksikan oleh kedua kawan Lowell Mason tadi. Untuk pertama kalinya, syair dan melodi ‘dijodohkan’ dalam buku tersebut. Hingga kini, lagu tersebut begitu memberkati banyak orang. (Kisah selengkapnya dapat dibaca di buku Story Behind The Song terbitan Yis Production berikut foto-fotonya).
LAGU TERBESAR KARYA WANITA
            Ada beberapa peristiwa di dunia yang membuat lagu ini dianggap sebagai lagu terbesar karangan wanita. Pada tahun 1871, misalnya, secara tidak sengaja tiga pendeta mengunjungi Palestina. Mereka begitu terharu ketika mendengar lagu ini dinyanyikan dalam bahasa Arab oleh ke 35 mahasiswa Suriah di sana.
            Tahun 1889 di Johnstown, Amerika, ada kereta tercebur dalam banjir besar dan satu gerbong terbalik. Di antara penumpang tersebut, ada seorang wanita yang sebenarnya mau menjadi penginjil di satu negara di Asia Timur. Wanita tersebut menyanyikan lagu ‘Nearer My God To Thee’ sementara air menelannya.
            Tahun 1960 an, seluruh dunia terkejut atas pembunuhan orang-orang besar Amerika, seperti Presiden John F. Kennedy, Senator Robert F. Kennedy dan Dr. Martin Luther King. Peristiwa yang sama tahun 1901, seluruh Amerika Serikat dikejutkan atas pembunuhan Presiden William McKinley. Sesaat sebelum menghembuskan nafas terakhir, ia sempat  bergumam kata-kata dari bait pertama lagu ‘Nearer My God To Thee’, yang merupakan lagu kesukaannya. Dan lagu ini pula yang dinyanyikan pada waktu pemakamannya. Digambarkan suasana ketika almarhum Presiden McKinley akan dikebumikan begitu khidmat, semua gereja di seluruh Amerika membuka pintunya dan lonceng dibunyikan. Lalu lintas berhenti di jalan. Para petani berdiri diam sejenak di samping bajak. Para pekerja menghentikan mesin di pabrik. Sebagian orang dengan tenang berdoa dalam hati. Yang lainnya berdoa dengan suara keras. Yang lain lagi menyanyikan lagu rohani kesayangan almarhum Presiden McKinley, yang masih sempat dikutipnya menjelang ajalnya.
            Yang menarik adalah lagu ini pula yang dinyanyikan oleh seribu lima ratus penumpang kapal Titanic yang terbentur gunung es pada tahun 1912. Sementara kapal tersebut tenggelam beserta seluruh isinya.
            Menghadapi hari esok  yang serba misterius dan komplek, suatu pilihan yang tepat kalau kita semakin mendekat kepada Tuhan, yang tahu dan berkuasa atas semua yang terjadi. Karena dalam Dialah kita mendapat ketenangan dan jaminan. (Sumber : Praise #10).
Lirik & Chord Lagu ini dapat dilihat di SONGS      

NEARER MY GOD TO THEE
  1. Nearer, my God, to Thee, nearer to Thee!
    E’en though it be a cross that raiseth me,
    Still all my song shall be, nearer, my God, to Thee.
Refrain:
Nearer, my God, to Thee, nearer to Thee!
  1. Though like the wanderer, the sun gone down,
    Darkness be over me, my rest a stone;
    Yet in my dreams I’d be nearer, my God, to Thee.
  2. There let the way appear, steps unto Heav’n;
    All that Thou sendest me, in mercy giv’n;
    Angels to beckon me nearer, my God, to Thee.
  3. Then, with my waking thoughts bright with Thy praise,
    Out of my stony griefs Bethel I’ll raise;
    So by my woes to be nearer, my God, to Thee.
  4. Or, if on joyful wing cleaving the sky,
    Sun, moon, and stars forgot, upward I’ll fly,
    Still all my song shall be, nearer, my God, to Thee.
  5. There in my Father’s home, safe and at rest,
    There in my Savior’s love, perfectly blest;
    Age after age to be nearer, my God, to Thee.
MAKIN DEKAT TUHAN
  1. Makin dekat, Tuhan, kepadaMu;
    walaupun saliblah mengangkatku,
    inilah laguku: Dekat kepadaMu;
    makin dekat, Tuhan, kepadaMu.
  2. Berbantal batu pun ‘ku mau rebah,
    bagai musafir yang lunglai, lelah,
    asal di mimpiku dekat kepadaMu;
    makin dekat, Tuhan, kepadaMu.
  3. Buatlah tanggaMu tampak jelas,
    dan para malakMu yang bergegas
    mengimbau diriku dekat kepadaMu;
    makin dekat, Tuhan, kepadaMu.
  4. Batu deritaku ‘kan kubentuk
    menjadi Betelku, kokoh teguh.
    Jiwaku berseru, dekat kepadaMu;
    makin dekat, Tuhan, kepadaMu.
  Sumber : www.majalahpraise.com


Kamis, 24 Juli 2014

MUSIK BANGSA ISRAEL

MUSIK BANGSA ISRAEL

Published On Desember, 12 2012 | By Toni
Benang merah sejarah musik tradisional bangsa Israel bisa ditemukan melalui urutan sejarah di Alkitab dari diketemukannya alat musik pertama kali oleh Yubal, anak Lamekh dalam Kejadian 4:21 yang kemudian disebut sebagai ‘bapak orang yang memainkan kecapi dan suling.’ Alat musik ini terus dimainkan dari masa ke masa sampai terbentuknya Israel menjadi sebuah bangsa. Ini  disebut musik Pra Israel. Namun demikian alat musik ini masih dimainkan sampai hari ini.

TIDAK SEMUA ALAT MUSIK DALAM ALKITAB ADALAH MUSIK ISRAEL
Jauh sebelum terbentuknya Israel menjadi sebuah Negara, bangsa-bangsa yang tidak mengenal Tuhan pun (menurut sudut pandang Alkitab) dalam penyelenggaraan ibadah-ibadah agamanya, banyak yang menggunakan media musik, misalnya saja Nebukadnesar dalam Kitab Daniel disebutkan memiliki Orkes. Karena itu anggapan bahwa semua alat musik yang tertulis dalam Alkitab berasal dari Israel adalah tidak benar. Ini berarti bahwa musik Israel merupakan kombinasi tradisi musik Yahudi dan non Yahudi yang mengalami perkembangan bersama menurut  kebutuhan dan fasilitas yang tersedia pada zamannya.
Dunia permusikan di Israel mengalami kemajuan pesat (pada zamannya) saat pemerintahan raja Daud. Hal ini sangat didukung oleh faktor hobi dari Daud sendiri terhadap musik sejak dirinya berprofesi sebagai penggembala domba, kemudian mendapat kesempatan untuk mengembangkannya saat dirinya menjadi tentara atau pendamping raja Saul dan akhirnya mengangkat musik masuk dalam jajaran program nasional saat dirinya bertahta sebagai raja. Ini disebut musik zaman keemasan Israel. Pada masa ini alat-alat musik lainnya mulai berkembang. Setidaknya dapat dibagi menjadi tiga golongan. Pertama, alat musik bertali yang terdiri dari kecapi, gambus, rebab, serdam. Kedua, alat musik tiup: suling, sangkakala, sopar, khatsotsera (terbuat dari perak yang ditempa), kelentung (biasanya dipakai bersamaan dengan ceracap). Alat musik ini dipakai oleh Daud saat menari di hadapan Tuhan. Ketiga, alat musik yang dipukul: giring-giring, kerincingan, ceracap dan rebana. Jauh setelah masa kejayaannya, Israel masih menyisakan musik tradisional Yemenite yang merupakan musik tradisional Yahudi.

Kecapi - Berasal dari kata Aram qitros  (Daniel 3) yang sama dengan akar kata gitar. Pertama kali Kecapi tertulis pada Kejadian 4:21. Acuan ini menguatkan anggapan bahwa kecapi adalah alat tradisional tertua bangsa Israel. Alat musik inilah yang akan digunakan oleh Laban untuk melepas Yakub seandainya ia tidak diam-diam pergi (Kejadian 31:27). Daud mengambil kecapi dan memainkannya (1 Samuel 10:5). Salomo juga memerintahkan pembuatan alat musik ini dari kayu cendana untuk Bait Suci.

Gambus - Pertama kali alat musik ini disebut dalam 1 Samuel 10:5, kemungkinan besar alat musik yang bertali senar 10 ini berasal dari Fenisia. Gambus juga merupakan alat musik petik pada orkes Nebukadnesar (Dan 3:5)

Rebab - Bila gambus menghasilkan suara bas, maka rebab menghasilkan suara tinggi. Alat musik ini juga merupakan salah satu perangkat orkes Nebukadnesar (Daniel 3:5). Zaman Nebukadnesar dan ketenaran Yunani adalah suatu masa yang tidak pendek. Referensi arti kata rebab dari kata Aram sabbekha yang disamakan dengan alat Yunani sambuke, yaitu kecapi kecil, maka hal ini cukup menjelaskan bahwa alat musik ini cukup dikenal dan dipakai pada waktu yang lama dari berbagai periode.

Suling - Suling merupakan terjemahan juga dari kata Aram masroqita (Daniel 3:5), kata yang meniru suara yang berarti bersiul atau mendesis. Suling dipakai pada acara sukacita nasional Israel (1 Raja-raja 1:40), dalam arak-arakan (Yesaya 30:29), juga dipakai pada suasana meratap (Matius 9:23). Alat musik ini sangat sederhana, bahkan pernah disebutkan, suami paling miskinpun diharapkan menghadirkan sedikitnya dua peniup suling waktu menguburkan istrinya.

Sangkakala - Alat musik ini asli khas Israel. Sangkakala merupakan hasil terjemahan dari 3 kata Ibrani qeren,  yang artinya tanduk (Yosua 6), sopar artinya tanduk agak panjang. Alat musik ini merupakan sangkakala nasional Israel dipakai pada peristiwa kemiliteran untuk memanggil orang berkumpul. Sampai sekarang masih dipakai pada sinagoge atau rumah-rumah ibadah Yahudi. Khatsotsera merupakan alat kudus yang dipakai pada ibadah Israel (Bilangan 10:1-10)
Giring-giring, kerincing, ceracap dan rebana sangat berkaitan erat dengan ibadah orang Israel. Rebana misalnya mulai muncul sejak keluarnya bangsa Israel dari perbudakan mesir (Keluaran 15:20), yang lainnya muncul bersamaan dengan penetapan peraturan Ibadah saat Musa memimpin bangsa itu.

MUSIK TRADISIONAL YEMENITE YAHUDI
Yemenite Jews merupakan sebuah sisa kekuatan bangsa Israel saat mereka dalam pembuangan. Seorang ahli musik Yahudi kuno, A.Z Ideksohn pernah mengungkapkan bahwa musik ini begitu dipelihara dan dilakukan pada pusat-pusat latihan musik Yahudi. Oleh para Zionist musik Yemenite selalu dihubungkan dengan akar Alkitab sebagai sebuah pengharapan pulihnya bangsa Israel. Setidaknya musik ini telah dipelihara selama seribu tiga ratus tahun oleh mereka yang mengharapkan berdirinya lagi negara Israel. Tahun 1930 sampai 1940 Bracha Zefira seorang penyanyi Yahudi menyelidiki dan merekam  banyak lagu Yemenite. Salah satu lagunya ialah “Shtu Ha Adarim atau drink, kawanan” dengan syair oleh Alexander Penn dan musik oleh Nahum Nardi. Bahkan pada tahun 1980 oleh usaha seorang penyanyi Israel, Ofra Haza musik tradisional Yemenite Yahudi menjadi terkenal di dunia. Lagu popular saat itu ialah “Im Nin Alu” mereka yang turut berjasa dalam mempopulerkan musik ini misalnya ialah Rabbi Shalom Shabazi. Usaha ini turut mendongkrak musik tradisional Yemenite Yahudi masuk pada jajaran liris yang lebih luas dari banyak bentuk musik tradisional Yahudi lainnya yang cenderung menjadi liturgis bagi agama.
 
PERKEMBANGAN MUSIK ISRAEL SETELAH MASA PEMBUANGAN
Israel yang memimpin di garis utama dunia dalam bidang musik pada zaman keemasan Daud akhirnya harus mengalami kemerosotan saat negeri itu pecah saat zaman pemerintahan cucunya. Keterpurukan semakin nyata setelah tahun 70 Masehi secara terpaksa bangsa itu harus tercerai berai ke seluruh penjuru dunia dalam kondisi sebagai tawanan. Karena itu sampai terbentuknya kembali negeri itu (1940-an), kondisi dunia permusikan Israel mengalami ketertinggalan selama berabad-abad.
Meskipun terdapat keanekaragaman yang luar biasa di musik Israel hari ini dari 1920 - 1970, para Zionist mencoba membuat musik gaya baru yang akan memperkuat akar pertalian nasionalisme Yahudi. Maka berhasilah tersusun “Shirei Eretz Yisrael – Lagu Negeri Israel.
Para pendatang Yahudi dari Eropa, Asia, Timur Tengah dan dari tempat-tempat lain waktu mereka kembali ke Israel dari masa pembuangan, membawa musik tradisi dimana mereka pernah hidup, kemudian mencampurkan dan membentuknya menjadi musik “baru” Israel. Termasuk nada minor pada lagu-lagu Israel merupakan pengaruh dari Rusia atau tradisi Klezmer yang biasanya memakai harmonisasi minor-minor.
Penghayatan terhadap nilai-nilai religiusnya membuat kemajuan di bidang musik tetap dalam koridor pemujaan terhadap sang pencipta, misalnya saja dari Jewish Prayerbook menampilkan muatan: Piyyut, yaitu puisi liturgy Yahudi, Zemirot merupakan Hymns Yahudi, Nigun adalah lagu-lagu keagamaan Yahudi, Pizmonim merupakan lagu-lagu dan melodi tradisional Yahudi untuk memuji Tuhan, Baqashot adalah lagu-lagu untuk ibadah setiap Sabath.
 
PENGARUH MUSIK ISRAEL TERHADAP IBADAH GEREJA
Muatan budaya dalam Alkitab yang dipakai oleh gereja Kristen didominasi oleh budaya Israel. Penggunaan musik dari Alkitab, khususnya mengacu pada referensi Daud yang dalam ibadahnya kepada Tuhan menggunakan sarana alat musik (seperti tersebut di atas). Namun jenis musik apa yang diadopsi oleh masing-masing denominasi gereja tidak sama. Biasanya dipengaruhi oleh latar belakang budaya dimana gereja tersebut berdiri atau memang denominasi gereja telah menetapkan standard musik yang harus digunakan pada sinodenya. Di sisi lain perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga sangat mempengaruhi kapasitas musik gereja, tetapi akarnya tetap bermuara pada pengaruh Alkitab.(TSuw/Yis/PRAISE #5).

Selasa, 22 Juli 2014

TAMBORIN, ALAT MUSIK YANG MENYUKAKAN HATI TUHAN

TAMBORIN, ALAT MUSIK YANG MENYUKAKAN HATI TUHAN

Published On Desember, 13 2012 | By Vido Fransisco
Ketika mendengar kata tamborin, bayangan yang terlintas dibenak kita pertama adalah alat musik yang dimainkan oleh beberapa orang anak perempuan yang menari mengikuti irama lagu di depan worship leader dan singer menghadap jemaat. Alat musik yang satu ini begitu khas dengan bunyinya yang bergemerincing dengan ditingkahi tari-tarian begitu harmonis dan membuat suasana gegap-gempita.

APAKAH TAMBORIN ITU ?
    Istilah tamborin sendiri menunjuk kepada sejenis alat musik perkusi berbentuk drum kecil yang pada sekeliling pinggirannya dikelilingi logam-logam kecil berbentuk lingkaran. Biasanya, pemain tamborin memegang alat ini menggunakan satu tangan, sementara tangan yang satunya  digunakan untuk memukul pada bagian selaput yang terbuat dari kulit binatang  atau plastik mengkilat, sehingga menimbulkan efek bunyi ketukan dan gemerincing. Tamborin merupakan salah satu alat musik yang begitu dangkal "tubuh"-nya sehingga tidak dapat bertindak sebagai resonator suara, atau dikenal dengan istilah frame drum.
    Frame drum dimainkan orang di Timur Tengah kuno (khususnya kaum wanita), Yunani, dan Roma, selanjutnya menyebar ke Eropa Tengah. Bentuknya beragam mulai bulat, segi delapan, bujur sangkar, dll. Terkadang ditambah senar atau kerincingan di pinggir. Tamborin umumnya berbentuk bundar dan memiliki selaput di salah satu sisinya, selaput itu bisa berupa kulit binatang atau plastik mengkilap yang disebut hologram. Bunyi tamborin dengan selaput hologram lebih nyaring dari pada yang terbuat dari kulit binatang atau plastik transparan. Pada sisi keras tempat kita memegang tamborin terdapat 1 atau 2 gemerincing berwarna perak seperti warna sendok dan garpu. Ukuran tamborin bermacam-macam, ada yang disebut tamborin anak-anak dan tamborin dewasa. Bedanya dari diameter dan beratnya tentunya. Namun pembuatannya sama.

MANFAAT TAMBORIN
        Setelah kita memiliki gambaran akan rupa tamborin, kita akan beralih ke kegunaan tamborin dan mengapa kita bermain tamborin. Mengapa tamborin kerap digunakan pada saat memuji Tuhan?
Tamborin atau rebana adalah salah satu jenis alat musik dari banyak alat musik yang ada di Alkitab yang digunakan untuk memuji Tuhan dan dimainkan ketika kita memuji dan menyembah Tuhan.
    Di dalam Alkitab, tercatat bahwa tamborin merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan bangsa Israel. Tamborin biasa digunakan sebagai bentuk pujian kepada Tuhan. Beberapa ayat-ayat di bawah ini memberi petunjuk akan kegunaan dari tamborin atau rebana untuk memuji Tuhan:
Kej. 31:27 Mengapa engkau lari diam-diam dan mengakali aku? Mengapa engkau tidak memberitahu kepadaku, supaya aku menghantarkan engkau dengan sukacita dan nyanyian dengan rebana dan kecapi?
    Dalam ayat di atas bercerita tentang Laban yang sedang berbicara kepada Yakub. Dalam hal ini, ia hendak menari-nari sambil membunyikan tamorin atau rebana sebagai tanda sukacita.
    Kel. 15:20 Lalu Miryam, nabiah itu, saudara perempuan Harun, mengambil rebana di tangannya, dan tampillah semua perempuan mengikutinya memukul rebana serta menari-nari.
    Dalam ayat ini, penarinya adalah para perempuan yaitu Miryan dan perempuan lainnya, mereka menari-nari dengan membunyikan rebana.
1 Sam. 10:5 Sesudah itu engkau akan sampai ke Gibea Allah, tempat kedudukan pasukan orang Filistin. Dan apabila engkau masuk kota, engkau akan berjumpa di sana dengan serombongan nabi, yang turun dari bukit pengorbanan dengan gambus, rebana, suling dan kecapi di depan mereka; mereka sendiri akan kepenuhan seperti nabi. 2Sam. 6:5 Daud dan seluruh kaum Israel menari-nari di hadapan TUHAN dengan sekuat tenaga, diiringi nyanyian, kecapi, gambus, rebana, kelentung dan ceracap.
    Mazmur 150:4 Pujilah Dia dengan rebana dan tari-tarian, pujilah Dia dengan permainan kecapi dan seruling! Semua ayat di atas menujukkan dengan jelas bahwa tamborin atau rebana biasa dipakai untuk mengiringi tarian dengan diiringi permainan tamborin/tambourine.
Ada beberapa hal lainnya yang bisa kita ambil dari ayat-ayat tersebut yang menjelaskan mengenai mengapa kita bermain tamborin:
1. Alat musik tamborin atau rebana adalah alat musik yang diperintahkan oleh Tuhan untuk digunakan karena tertulis di dalam Firman Tuhan.
2. Tamborin menandakan adanya suasana sukacita, kebahagiaan dan kemenangan.
3. Tamborin digunakan untuk memuji dan menyembah Tuhan, untuk menyatakan kebesaranNya.
4. Tamborin menandakan adanya sebuah perayaan. Maka dari itu, tamborin dimainkan dalam ibadah raya untuk merayakan kemenangan atas iblis.

    Tamborin atau rebana bagi Kristiani merupakan bagian dari pujian dan ibadah di gereja. Di beberapa gereja bahkan menggunakan tamborin sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam pujian dan ibadah mereka setiap minggunya. Sejarah mencatat, tamborin sudah digunakan sejak beberapa ribu tahun sebelum Masehi. Wilayah-wilayah pada zaman dahulu kala yang diindikasikan sudah menggunakan tamborin adalah Mesir, Cina, Mesopotamia, India, Yunani, Israel dan Roma. Di wilayah Timur Tengah, tamborin digunakan sebagai penyembahan kepada seorang dewi, misalnya Dewi Astarte. Sementara di sebagian wilayah lainnya, tamborin digunakan pada suatu acara yang bersifat riang-gembira, misalnya saat pernikahan maupun merayakan kemenangan atas musuh.
Di daerah Babilonia (sekarang Irak), ditemukan peninggalan bangsa Sumeria berupa relief patung wanita memegang tamborin.
    Pada abad pertengahan, tamborin digunakan oleh musisi musafir yang berkelana dari satu tempat ke tempat lainnya. Pada abad 18 dan 19, tamborin juga dipergunakan oleh komposer-komposer klasik terkenal yang banyak bermunculan pada saat itu, diantaranya Mozart, Hector Berlioz maupun Igor Stravinsky dengan kelompok baletnya “Petrushka”. Di kalangan militer pun mulai menggunakan tamborin pada parade-parade kemiliteran pada abad ke-19. Tamborin mulai dipergunakan prnatada puji-pujian gerejawi di seluruh dunia ketika Salvation Army (Bala Keselematan), sebuah lembaga penginjilan internasional

Minggu, 20 Juli 2014

Edith Margaret Clarkson, 1915-2008

So Send I You (Ku Utus Kau) (Edith Margaret Clarkson, 1915-2008)


    Lirik lagu ‘Ku Utus Kau’ (So Send I You) ditulis oleh seorang wanita muda berusia 22 tahun yang berkebangsaan Kanada bernama Margaret Clarkson. Clarkson lahir di Melville, Saskatchewan, 8 Juni 1915, dimana dia tinggal sampai orang tuanya, Frederick dan Ethel, serta keluarganya pindah ke Toronto saat ia berusia empat tahunan. Wanita yang memakai nama depan Edith ini memiliki masa kecil yang sangat menderita karena penyakitnya. Sepanjang hidupnya, sejak berusia 3 tahun, ia diganggu oleh rasa sakit. Awalnya dari migrain, disertai muntah, kejang, kemudian Juvenile arthritis (penyakit autoimun yang menyerang anak-anak berusia di bawah 16 tahun). Penyakit inilah yang terus-menerus menemaninya. Teman-temannya kebanyakan melihat Margie - begitulah nama panggilannya- tidur dengan rasa sakit sampai kepala bagian belakang botak karena terlalu lama berbaring di tempat tidur. Margie memiliki kenangan masa kecil yang penuh ketegangan, ketakutan, ketidak-amanan dan kesepian.
    Sejak usia 5 tahun ia tumbuh besar di Toronto. Di sana keluarga Margaret menghadiri gereja terdekat, gereja St. John Presbyterian. Gereja ini membawa pengaruh yang besar bagi perkembangan rohani Margaret. Imannya bertumbuh di sana. Selain aktif, Margaret pun pernah mendapat hadiah karena menang dalam menghafal ayat Alkitab. Sebagai hadiah, dia menerima sebuah buku nyanyian Sekolah Minggu. Margaret mendapatkan berkat dan kekuatan dalam lagu-lagu Hymne. Bahkan ia duduk mengikuti seluruh khotbah. Dia membolak-balik halaman buku tentang para komposer. Dia merasa berada dalam komunitas orang-orang kudus.
    Setelah itu ia dipimpin secara tidak sengaja ke sebuah penelusuran tulisan para tokoh yang lain. Dia banyak membaca mengenai tokoh-tokoh seperti John Bunyan, John dan Charles Wesley, Martin Luther, William Cowper, James Montegomery, John Newton, Paul Gerhardt, Philipp Nicolai, Gerhard Tersteegen, Isaac Watts, Frances Ridley Havergal dan Fanny Crosby. Bahkan Margaret bisa melihat bahwa gereja sebagai saluran kasih karunia Allah, termasuk gereja dimana dia berada.
    Pada usia 10 tahun ia membuat karya pertamanya, sebuah puisi pada Tahun Baru. Dan mendapat juara dua dalam kontes untuk anak-anak di bawah enam belas tahun. Pada usia inilah dia bertobat dan menerima Yesus. Hal itu terjadi setelah mengikuti serangkaian Pertemuan Anak-anak berdasarkan Pilgrim`s Progress Bunyan`s, bahkan ia mendapat sebuah sertifikat jaminan iman dalam Kristus. Dia belajar dan menyukai Katekismus Westminster. Dalam tahun berikutnya, Margaret bahkan mampu menjawab 107 Pertanyaan Katekismus Westminster. Tak lama Margaret mulai menulis sajak yang diterbitkan di majalah paroki dan lembaran Sekolah Minggu.
    Margaret juga mulai bermain piano. Selama masa ini, Margaret sekolah di Bolton Ave hingga usia 13 tahun. Ketika menjadi mahasiswa di Bolton, kembali dia memenangkan 2 penghargaan dalam kontes karangan esai nasional yang diadakan Liga Bangsa-bangsa.


DI TENGAH KESEPIAN, BANYAK BERKARYA
       Ketika Margaret berusia 13 tahun, orangtuanya bercerai. Setelah itu ia mulai masuk dan belajar di Riverdale Collegiate Institute. Selain itu, ia dan keluarganya pindah ke sebuah gereja baru. Di gereja baru ini, dia merasakan kehilangan lagu-lagu hymne, karena yang dipakai dalam ibadah, kebanyakan lagu gospel. Di usia 20 tahun, dia mencari gereja yang masih menyanyikan lagu hymne dan kotbah yang baik. Sementara itu, meskipun Margaret dapat mencurahkan waktu dan tenaganya untuk menulis, dia tidak bebas dari rasa sakit.
    Ketika ia berusia 17 tahun, penyakit arthritis-nya memang memasuki masa remisi (bebas obat), namun demikian dia tetap mengalami migrain dan bermasalah dengan tulang punggung bagian bawahnya. Penyakitnya ini menyebabkan dia bolos sekolah selama hampir setahun. Kesehatannya, situasi keluarga dan depresi berat, semua itu membuatnya sangat sulit untuk mengejar pendidikan universitas.
    Untungnya, di saat seperti ini, Margaret tidak merasa sendirian. Di Toronto Normal School, dia menemukan seorang teman dan mentor wanita yang bersemangat dan kreatif, usianya sekitar 12 tahun lebih tua. Mereka berhubungan selama 20 tahun.
    Setelah lulus menyelesaikan program guru tahun 1935, Margaret mulai mencari pekerjaan sebagai guru di daerah Toronto, tetapi pada waktu itu lapangan pekerjaan sangat langka sehingga ia harus menghabiskan 7 tahun bekerja di Barwick, Ontario bagian utara di sebuah perkampungan penebang kayu. Dari Barwick ia pindah ke sekolah-sekolah umum di Kirkland Lake, Ontario, sebuah komunitas pertambangan emas.
    Setelah 1 tahun di sana, ia menjadi Supervisor Musik dari enam sekolah besar. Walaupun demikian, Margaret merasakan tahun-tahun ini adalah masa isolasi spiritual. Ia melihat dirinya seumur hidup membujang. Dapat dikatakan, Margaret mengalami kesepian setiap jenis mental, budaya dan spiritual.
    Di saat-saat kesepian yang amat sangat, ia menulis kata-kata dari rasa sakit dan penderitaannya yang merupakan versi awal lagu ‘So Send I You’ (Ku Utus Kau) :

I do not know tomorrow’s way
If dark or bright its hours may be
But I know Christ, and come what may
I know that he abides with me
I do not know what may be
fall of grief or gladness, peace or pain
But I know Christ, and through it all
I know his presence will sustain.

(Aku tidak tahu jalan hidup besok
bisa jadi gelap atau mungkin terang
Tapi aku mengenal Kristus dan apa pun yang terjadi
saya tahu bahwa Dia beserta dengan saya
Aku tidak tahu apa yang mungkin terjadi
kesedihan atau sukacita, damai atau sakit
Tapi aku mengenal Kristus
Dan melalui itu semua aku tahu kehadiranNya senantiasa).

    Margaret bekerja keras selama bertahun-tahun untuk membuat pondok rumah. Di sinilah ia banyak menulis buku. Di tengah-tengah Perang Dunia II Margaret pindah ke Ontario Selatan dan mengajar di  The Township of York. Tahun berikutnya kembali ke Toronto dan mengajar di Sekolah Umum di St. Dawson. Selama belasan tahun ke depan, Margaret akhirnya menemukan gereja yang dicari selama ini, yaitu gereja yang didukung dengan nyanyian hymne dan khotbah yang baik menurut versinya.
    Margaret bergabung dengan Gereja Knox Presbyterian dan melayani di bawah pengawasan Dr. William Fitch. Margaret kembali terlibat aktif di gereja dan konsentrasi menulis lagu-lagu hymne. Pada tahun 1946, ia menulis hymne pertamanya ‘We Come O Christ, To Thee’ atas permintaan Stacey Woods, direktur umum dari InterVarsity Christian Fellowship (IVCF) di Kanada dan Amerika Serikat. Dia memintanya untuk menulis sebuah hymne yang mungkin membantu untuk menyatukan kelompok-kelompok mahasiswa yang tersebar. Lagu itu dinyanyikan di konvensi IVCF misi pertama yang diadakan di Toronto. Diterbitkan pula dalam buku Christian Praise (Tyndale Press / IVP, 1957) dan diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa.
    Tahun 1947, ia menerbitkan buku pertamanya ‘Let`s Listen to Music’. Meskipun Margaret sudah mempunyai posisi cukup stabil saat mengajar dan aktifitasnya untuk menulis, tahun 1948 ia meninggalkan Toronto dan bekerja sebagai editor di Scripture Press di Wheaton, Illinois. Dan pada tahun 1950, ia mengajar di sekolah Huron.
    Pada tahun 1955, di usia 40 tahun, dia membeli sebuah rumah di jalan yang ramai. Dua tahun setelah itu ia pindah ke sekolah Blythwood dan pada tahun berikutnya menerbitkan ‘The Creative Classroom’. Di Blythwood dia mulai memakai Hamsters dalam kurikulum untuk mengajar pendidikan seks dan kesehatan.
    Tahun 1960, buku tentang keajaiban melahirkan ‘Susie’s Babies’ diterbitkan dan menjadi best seller. Selama tahun ini, Margaret mulai melihat dan mengakui kedaulatan Tuhan, terutama dalam kaitannya dengan penderitaan pribadinya. Keberhasilannya menulis buku Susie’s Babies, membuatnya diizinkan mengambil cuti selama tahun 1960-1961, di sekolah dimana ia mengambil kursus bahasa dan sastra di universitas Toronto.
    Buku-buku yang ditulis oleh Margaret sekitar tahun 1960-an cukup banyak, antara lain : ‘Our Father’ (1961) : Doa Tuhan bagi Anak-anak, lalu diikuti ‘Clear Shining After Rain’, dan ‘Chats With Young Adults on Growing’ pada tahun 1962. Di tahun 1966 diterbitkan ‘The Wondrous Cross’, selanjutkan ‘Rivers Among the Rocks’ (1967) dan ‘God`s Hedge’ (1967). Margaret begitu merasakan pemeliharaan Tuhan selama tahun-tahun ini dan bisa melihat kedaulatan Allah, terutama dalam kaitannya dengan apa yang dialaminya.

DITULISNYA ‘SO SEND I YOU’
    Kalau di awal penerbitan lagu ‘So Send I You’ Margaret merasakan terlalu menitik beratkan sisi penderitaan dan kesepian dari seorang Misionari, namun tahun kemudian dia menulis ulang versi yang lebih baru, yang mencerminkan
pertumbuhan imannya di dalam Kristus.
    Margaret menulis : “Ketika saya sedang berada di utara, saya merasakan berbagai macam kesepian secara mental, kebudayaan, dan terutama secara rohani. Saya tidak dapat menemukan gereja ataupun suatu kelompok pendalaman Alkitab. Saya hanya menemukan satu atau dua orang yang beragama Kristen pada tahun-tahun itu. Suatu malam ketika saya sedang mempelajari Firman Tuhan dan merenungkan keadaan saya, saya teringat pada Injil Yohanes pasal 20 dan pada kata-kata ‘Aku mengutus kamu’. Karena cacat tubuh yang saya derita, saya tidak bisa pergi ke berbagai tempat untuk melayani, namun pada malam itu Tuhan menunjukkan bahwa di sinilah ladang pelayanan saya. Saya telah menulis sajak selama hidup saya, jadi sangat mudah bagi saya untuk mengekspresikan pemikiran saya dalam sebuah puisi yang kemudian dijadikan sebuah lagu. Beberapa tahun kemudian saya menyadari bahwa puisi tersebut sangat bersifat berat sebelah. Puisi tersebut hanya berisikan tentang penderitaan dan kehidupan yang serba kekurangan dari sebuah panggilan misionari. Saya menulis sebuah lirik lain dengan irama lagu yang sama sehingga ayat-ayat lagu tersebut dapat digunakan secara bergantian. Sangat menarik karena di kemudian hari, versi yang baru ini lebih disukai. Saya sangat bersukacita atas hal ini sebab saya sangat ingin menjadi seorang penulis yang mengacu pada Alkitab dan versi yang kedua itulah yang lebih mengacu pada Alkitab”. Begitulah kisah lahirlah lagu ‘So Send I You’ versi kedua yang dikenal sampai sekarang dengan berbagai terjemahan, di antaranya : ‘Ku Utus Kau’ atau ‘Ku Kirim Kau’. (Kisah selengkapnya dapat dibaca di Story Behind The Song terbitan Yis Production).

DI AKHIR HIDUP MARGARET, TETAP PRODUKTIF
    Margaret sempat mengalami kesenjangan dalam menulis, karena tulang belakang nya dan sakit kepalanya kambuh lagi. Tulang belakangnya harus dioperasi. Setelah dioperasi penyakit arthritisnya kambuh lagi. Kondisinya lemah dan mengalami penderitaan lagi. Di tengah penderitaannya tersebut, dia menulis ‘Grace Grows Best’ di musim dingin yang diterbitkan pada tahun 1972. Sakit Margaret menjadi begitu parah sehingga pada tahun 1973, dia mengundurkan diri setelah 31 tahun mengajar. Pada saat ini Margaret menjual rumahnya di Toronto dan pindah ke daerah pinggiran, di mana dia hidup tenang dan bahagia di Willowdale, Ontario.
    Meskipun masih diganggu oleh rasa sakit, Margaret telah belajar sejak awal kehidupan bahwa dalam kesendirian yang panjang dan dalam kelemahan, dia dapat menyanyikan lagu hymne dan hal itu dapat membantunya bertahan. Dia telah belajar mencari penghiburan dalam Kristus, dari Alkitab, dari lagu-lagu hymne dan Roh Kudus. Selama pensiun, Margaret mengambil kursus teologia sesekali di Ontario Theological College di Toronto.
    Bahkan dia masih mampu mencurahkan untuk menulis beberapa tahun setelah berhenti mengajar. Di antaranya ‘Conversations with a Barred Owl’ (1975) dan ‘So You`re Single’ (1978) yang sudah diterbitkan. Di tahun-tahun terakhirnya, dia sangat produktif dalam menulis. ‘Destined for Glory (1983), All Nature Sings (1986) dan A Singing Hear’ (1987), ditulis dalam masa pensiunnya.
    Tahun 1985nya,  Margaret menjalani bedah tulang karena sudah parah. Pada tahun 1992, Margaret dirawat di rumah jompo di Toronto, Kanada. Di akhir hidupnya, ia mengalami demensia (lupa ingatan, lebih parah dari pikun). Sehingga tidak bisa mengenali dan berinteraksi
dengan mereka yang datang untuk menghargai karya-karyanya. Kontribusinya pada hymne sangat besar, sehingga mendapat pengakuan dari  ‘A Fellow of the Hymn Society’ di Amerika dan Kanada. Margaret meninggal pada 17 Maret 2008 di rumah jompo di Toronto tersebut, dalam usia 93 tahun.
    Margaret adalah pembela yang kuat dari iman Reformed, seorang koresponden yang cerdas, dan seorang editor yang dihormati. Walaupun selama hidupnya, berjuang dengan penyakit dan beberapa kali dioperasi tulang belakangnya, ia tetap berkarya untuk Tuhan dan sesama. Selain seorang pengajar sejati, diapun seorang penulis berbakat alami, ia menerbitkan ratusan puisi, artikel, lagu hymne dan sketsa, serta 17 buku dalam 7 bahasa.
    Pada akhir pengantar buku ‘Destined for Glory’, Margaret Clarkson menyaksikan kisah seorang teman yang datang untuk mengunjunginya. Sudah 5 tahun terakhir, temannya sedang bersedih karena kematian ibunya yang menderita kanker. Margaret meminta temannya membaca tentang topik penderitaan. Ternyata temannya tersebut dapat melihat tentang kedaulatan Tuhan. Apalagi ketika didiagnosa, rupanya temannya menderita kanker juga. Selama pergumulannya, teman Margaret menulis bahwa buku Margaret telah memberi pencerahan untuk menahan sakit dan dapat melihat tujuan Allah dalam penderitaan.

MUSIKNYA DIBUAT JOHN W. PETERSON
    Musik untuk lagu ‘Ku Utus Kau’ dibuat oleh John W. Peterson. Kontribusi dan pengaruh yang diberikan Peterson pada musik gereja sejak zaman Perang Dunia II telah dikenal oleh para pekabar Injil pada zaman itu. Ia telah membuat banyak komposisi lagu rohani, hymne dan lagu-lagu untuk paduan suara. Ia juga telah membantu paduan suara gereja dengan membuat lebih dari 20 musik kantata. Musik-musik tersebut telah menggetarkan hati banyak orang dan telah menginspirasi jemaaat melalui lirik-liriknya.
    John W. Peterson lahir di Lindsborg, Kansas pada 1 November 1921. Pada tahun 1939 ia memulai pelayanan mengabarkan Injil melalui radio dengan 2 saudara laki-lakinya dan pada tahun itu juga ia menulis lagu rohaninya yang pertama. Tahun 1942, Peterson mengikuti pelatihan militer dan ia menjadi pilot saat terjadi perang antara RRC dengan Myanmar. Mengenai masa kehidupannya saat itu, ia berkomentar : “Saya mengalami banyak pengalaman rohani yang berharga selama hari-hari itu dan banyak lagu saya yang diawali di suatu tempat di India atau Myanmar atau di atas Gunung Himalaya”. Setelah tugas militernya, John Peterson mendaftarkan diri sebagai mahasiswa dan lulus dari Moody Bible Institute, kemudian ia melanjutkan pelatihan musiknya di American Conservatory of Music dan lulus pada tahun 1950. John Peterson telah diberikan gelar Doktor dari Western Conservative Baptist Seminary dan juga dari Brown University atas kontribusi Peterson pada musik gereja.
    Di kemudian hari keluarga John Peterson tinggal di sebuah daerah dekat Phoenix, Arizona di mana ia melanjutkan menulis komposisi-komposisi rohani. Ia juga memimpin banyak paduan suara di beberapa daerah di negaranya. Musiknya dicintai dan dinyanyikan di seluruh dunia. Peterson telah menulis 35 kantata dan musikal, di antaranya : ‘Night of Miracles’, ‘Born a King’, ‘No Greater Love’, ‘Carol of Christmas’, ‘Jesus Is Coming, King of Kings’, ‘Down from His Glory’ dan ‘The Last Week’. Sekitar 10.000.000 salinan kantata dan musikal ini telah diterbitkan dan dijual. Dia juga telah menyusun lebih dari 1.200 lagu, seperti ‘It Took a Miracle’, ‘Over the Sunset Mountains’, ‘So Send I You’, ‘Springs of Living Water’, ‘Heaven Came Down’, ‘Jesus Is Coming Again’ dan ‘Surely Goodness and Mercy’.
    Namun demikian, dia dikenal karena lagu ‘So Send I You’ yang telah membuahkan banyak kesaksian. John Peterson sering mengatakan mengenai betapa besar kuasa dari sebuah kidung pujian dalam mengubah kehidupan seseorang. Dalam bukunya ‘The Miracle Goes On’, ia memberi contoh tentang kuasa pujian tersebut. Lagu ‘So Send I You’ (Ku Utus Kau) dipakai Tuhan untuk mengubah sikap hati dan kehidupan seorang artis. Disaksikan, walau sudah mengenal Kristus, artis tersebut sedang mengalami kebimbangan, apakah sebaiknya ia tetap menjalani karirnya sebagai artis atau menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan? Di tengah kebimbangannya, ia mendengarkan lagu ‘So Send I You’ dan ternyata pesan dalam lagu ini membawa pengaruh yang besar bagi kehidupan artis tersebut. Artis tersebut berlutut dan membuat komitmen bahwa ia mau menyerahkan seluruh kehidupannya pada Tuhan. Lagu tersebut sudah menjadi jawaban atas keraguan artis itu.

Buku-buku terbitan Margaret Clarkson :
1. Let’s List¬en to Mu¬sic, 1947
2. The Creative Class¬room, 1958
3. Susie’s Ba¬bies, 1960
4. Our Fa¬ther : The Lord’s Pray¬er for Child¬ren, 1961
5. Clear Shin¬ing Af¬ter Rain, 1962
6. Chats With Young Adults on Grow¬ing Up, 1962
7. The Wond¬rous Cross, 1966
8. Rivers Among the Rocks, 1967
9. God’s Hedge, 1967
10. Grace Grows Best in Win¬ter, 1972, 1984
11. Conversa¬tions with a Barred Owl, 1975
12. So You’re Sin¬gle, 1978
13. Destined for Glo¬ry, 1983
14. All Na¬ture Sings, 1986
15. A Sing¬ing Heart, 1987

Lagu-lagu yang dikarang Margaret Clarkson (© 1966) :
1. Battle Is the Lord’s, The (© 1962)
2. Burn in Me, Fire of God (© 1962)
3. For Your Gift of God the Spir¬it (© 1960, 1976)
4. God of the Ages (© 1983)
5. Let Us Build a House of Wor¬ship (© 1984)
6. So Send I You (© 1954)
7. That’s the Name That I Love (© 1975)
8. We Come, O Christ, to Thee (© 1957)

Kesimpulan
    Di sepanjang hidupnya Edit Margaret Clarkson telah mengalami berbagai bentuk penderitaan, mulai dari perceraian orangtuanya, rasa sakit fisik yang terus menerus, keuangan yang susah, kesepian dan isolasi, namun demikian hidupnya yang bergantung pada penghiburan Tuhan tersebut, telah menjadi pelajaran berharga bagi kita. ‘So Send I You’ merupakan karya Margaret terbesar dalam hidupnya karena lagu tersebut merupakan ringkasan kesaksian Margaret yang sudah melihat panggilan Allah atas hidupnya, di tempat dimana dia berada. Bahwa dia diutus untuk melayani orang lain dalam kemenangan. Tinggalkan rasa sedih dan sakitmu, layani Tuhan, di luar sana banyak orang perlu Saudara ! (Sumber : Praise #13). www.majalahpraise.com

Lagu dapat didengar di SONG

SO SEND I YOU

So send I you--by grace made strong to triumph
O`er hosts of hell, o`er darkness, death and sin,
My name to bear and in that name to conquer
So send I you, My victory to win.

So send I you--to take to souls in bondage
The Word of Truth that sets the captive free,
To break the bonds of sin, to loose death`s fetters
So send I you, to bring the lost to me.

So send I you--My strength to know in weakness,
My joy in grief, My perfect peace in pain,
To prove my pow`r, My grace, My promised presence
So send I you, eternal fruit to gain.

So send I you--to bear My cross with patience,
And then one day with joy to lay it down,
To hear My voice, "Well done, My faithful servant
Come share My throne, My kingdom and My crown!"

Sabtu, 19 Juli 2014

Horatio Gates Spafford ( 1828-1888)

IT IS WELL WITH MY SOUL’ (Nyamanlah Jiwaku) (Horatio Gates Spafford, 1828-1888)


            Lagu ini ditulis oleh seorang Kristen penganut Presbytarian bernama Horatio Gates Spafford. Spafford lahir di North Troy, New York pada tanggal 20 Oktober 1828. Pada masa mudanya, Spafford adalah seorang praktisi hukum (pengacara) yang sukses di Chicago.
            Akhir 1860-an kehidupan Horatio G. Spafford dan istrinya, Anna sangat baik dan diberkati. Mereka tinggal di pinggiran kota sisi utara Chicago dengan lima anak mereka : Annie, Maggie, Bessie, Tanetta dan Horatio Junior. Mereka memiliki segalanya yang diinginkan manusia di dunia. Seiring dengan kesuksesannya di bidang keuangan, ia juga sangat tertarik dengan kegiatan Kristiani. Pintu rumah Spafford selalu terbuka sebagai tempat bagi para aktivis Kristiani untuk pertemuan gerakan reformasi waktu itu.
            Horatio G. Spafford cukup aktif dalam gerakan Abolisionis (Abolisionis merupakan gerakan penghapusan hukuman mati yang muncul pada tahun 1767. Gerakan itu terinspirasi esai ‘On Crimes dan Punishment’ yang ditulis Cesare Beccaria). Spafford juga membina hubungan baik dengan Dwight L. Moody dan penginjil-penginjil lain pada masa itu, bahkan sering bertamu ke rumah mereka. Spafford adalah seorang penatua gereja Presbyterian dan Kristen yang berdedikasi. George Stebbins menggambarkan Spafford sebagai ‘seorang dengan kepandaiannya yang luar biasa, berbudi luhur, musisi rohani terkemuka dan tekun dalam mempelajari Alkitab’.
TERCIPTANYA LAGU KARENA MUSIBAH
            Pada tahun 1870 iman mereka diuji oleh tragedi. Anak laki-laki mereka, yang berumur empat tahun, Horatio Junior, meninggal dunia karena demam berdarah. Tidak hanya sampai di situ saja tragedi yang dialami. Beberapa bulan sebelum kebakaran besar di Chicago tahun 1871, Spafford menginvestasikan modal yang cukup besar untuk usaha real estate di pinggiran danau Michigan, tapi semua investasinya tersapu habis oleh bencana tersebut. Tercatat ada 250 orang meninggal di lalap jago merah tersebut dan 90.000 orang kehilangan tempat tinggal. Meskipun menderita kerugian sangat banyak, mereka menjadi tenaga sukarela membantu proses evakuasi para korban.
            Karena ingin menghibur keluarganya sekaligus berpartisipasi dalam program kebangunan rohani D.L.Moody dan Ira D.Sankey di Inggris, maka Spafford merencanakan perjalanan ke Eropa bersama keluarga pada bulan November 1873. Namun karena masih ada urusan pekerjaannya di Chicago, Spafford tidak berangkat bersama dengan keluarganya. Sekali pun demikian ia tetap bahagia karena istri dan keempat anaknya itu pergi bersama-sama dengan orang-orang Kristen lainnya. Ia telah memutuskan akan menyusul menemui mereka kemudian di Perancis. Ia minta kepada istri dan keempat anak perempuannya untuk berangkat lebih dulu dengan kapal SS Ville du Havre. Saat itu Kapal S.S. Ville du Havre adalah sebuah kapal layar samudera milik maskapai pelayaran Perancis, yang merupakan kapal paling mewah yang berlayar dari pelabuhan New York.
            Pada tanggal 22 November 1873 pukul 2 dini hari, saat kapal pesiar mewah ini sudah berlayar beberapa hari lamanya di atas laut yang tenang, sebuah kapal besi berbendera Inggris bernama Lochearn menabraknya. Akibatnya dalam waktu dua jam Ville du Havre, salah satu kapal terbesar yang pernah ada pada waktu itu, tenggelam ke dasar samudera Atlantik beserta 226 penumpangnya termasuk keluarga Spafford. Sembilan hari kemudian korban yang selamat dari kapal itu tiba di pulau Cardiff, Wales, Inggris dan di antara mereka terdapat Nyonya Spafford. Dia mengabarkan melalui telegram kepada suaminya dengan dua kata, ‘saved alone’ (hanya aku yang selamat).
            Bagaimanakah reaksi Spafford ketika mendengar berita buruk tersebut ? Mengingat peristiwa inii merupakan tragedi yang kedua baginya. Yang pertama, ia baru saja mengalami kerugian usahanya akibat dari kebakaran besar di Chicago. Yang kedua, ia kehilangan keempat anaknya. (Buku Story Behind The Song terbitan Yis Production menjelaskan lengkap berikut foto-fotonya).
            Dengan kapal pertama di bulan Desember pada tahun yang sama, Spafford berangkat untuk menyusul istrinya ke Eropa. Di dalam perjalanan itu, kapten dari kapal yang ditumpanginya memanggil Spafford ke dalam kabinnya dan mengatakan bahwa saat itu kapal sedang berada di daerah di mana Ville du Havre tenggelam. Kebetulan malam itu Spafford sangat sulit untuk memejamkan matanya. Di tengah laut tersebut, ia minta kepada kapten kapal yang ditumpanginya untuk berhenti sebentar. Dengan memuji Tuhan, di tengah Samudera Atlantik, saat kesedihan dan kepedihan terasa di dalam hatinya, Spafford menuliskan lima stanza (bait/ayat) lagu yang salah satunya berbunyi : “When peace like a river attendeth my way, When sorrows like sea-bellows roll, Whatever my lot, Thou has taught me to say, ‘It is well, it is well with my soul!’ Begitulah Spafford mendapat        kata-kata lagu ‘It Is Well With My Soul’ yang kini sudah diterjemahkan menjadi ‘Nyamanlah Jiwaku’.
            Lirik yang ditulisnya ini merupakan ungkapan perasaannya. Hal itu terlihat dari syair lagu yang didapat di kapal tersebut. Spafford tidak menumpahkan kedukaannya, tapi lebih pada pengampunan yang sudah dilakukan Kristus dan pengharapan akan kedatanganNya yang kedua. Di bait pertama dan kedua masih disebutnya rasa sedihnya dengan kata-kata ‘dan walau derita penuh’ (walau kesusahan menimpaku ‘Whatever my lot’) dan ‘kendati pun susah terus menekan’, tetapi di bait ketiga sudah diserukan ‘dan aku lepas’, dan di bait keempat bahkan ia menunjuk ke masa kedatangan Kristus kelak dan ia mencatat ‘pabila serunai berbunyi gegap, ku seru : S’lamatlah jiwaku!’ Ia tidak mau jiwanya tertindas oleh kesedihan. Secara manusiawi, sulit dipercaya bahwa di tengah-tengah rasa dukanya yang mendalam, Spafford sanggup mengatakan, ‘S’lamatlah jiwaku’ atau yang diterjemahkan sebagai ‘Nyamanlah jiwaku’. Setelah mereka bertemu beberapa minggu kemudian Nyonya Spafford mengatakan bahwa dia tidak sedang kehilangan anak-anaknya, melainkan hanya berpisah untuk beberapa waktu lamanya.
PHILIP P. BLISS MENULIS MELODINYA
           Beberapa waktu kemudian dengan bantuan Philip Paul Bliss (1838-1876), seorang pemimpin pujian dan komposer, rekan pelayanan Spafford dalam suatu komunitas Kristen di Chicago, stanza-stanza yang dibuat oleh Spafford itu digubahkan musiknya sehingga menjadi suatu lagu. Philip Bliss bergabung dengan penginjil legendaris D.W. Whittle dan D.L. Moody sebagai direktur musik di pusat pelayanan di Chicago. Ia begitu terkesan dengan syair ‘It Is Well With My Soul’ yang ditulis berdasarkan pengalaman Spafford, lalu tanpa kesulitan ia mendapat inspirasi untuk menulis melodi dari lagu tersebut. Pada hari terakhir bulan November 1876 dalam sebuah ibadah di Farwell Hall, Chicago yang dihadiri oleh ribuan jemaat, Phillip Paul Bliss secara resmi memperkenalkan lagu ‘It Is  Well With My Soul’ sebagai lagu hymne.
           Sebulan kemudian, kira-kira dalam bulan Desember 1876, pasangan suami istri Bliss bepergian dengan kereta api Pacific Express dari Buffalo, New York menuju Chicago untuk suatu pelayanan. Dalam perjalanan di wilayah Ohio kereta api yang ditumpangi oleh pasangan suami istri Bliss itu melewati sebuah jembatan penyeberangan. Tiba-tiba saja jembatan tersebut runtuh ke sungai yang  beku dengan es yang ada di bawahnya. Kereta api yang jatuh bersama dengan jembatan penyeberangan tersebut terbakar. Akibatnya, penumpang yang berusaha menyelamatkan diri, tewas.
           Dari 160 orang penumpang, 14 orang dinyatakan selamat dan hanya 59 jenazah saja yang dapat dikenali. Berdasarkan pencarian intensif yang dilakukan oleh para sahabatnya, pasangan suami istri Bliss dinyatakan termasuk dalam korban tewas yang tidak didapat dikenali lagi jenazahnya.
RENUNGAN
            Dua peristiwa di atas menyatakan tidak ada makam bagi mereka yang tewas itu di dunia ini, baik anak-anak Spafford yang tenggelam di Samudera Atlantik dan pasangan Bliss di dalam kecelakaan di Ohio. Akan tetapi lagu hymne mereka dapat terus hidup di hati orang-orang percaya sepanjang jaman yang dengan sukacita penuh kemenangan berkata : “It is well with my soul”.
            Dari dua keluarga ini, Spafford dan Bliss, hari ini kita mendapat pelajaran mengenai sikap hati yang pasrah dan iman yang murni. Kita memang tidak tahu akan sekuat apakah diri kita saat Tuhan mengijinkan kita berhadapan dengan realita yang sangat menyedihkan itu. Yang terpenting dari semua itu adalah bagaimanakah respon kita ketika semua yang kita miliki dan kasihi diambil daripada kita ? Melalui lagu hymne ‘It Is Well With My Soul’ karya Spafford dan Bliss ini, kita diingatkan betapa nyaman jiwa kita sesungguhnya, jika berada di dalam Tuhan yang sudah mati dan bangkit bagi kita. (Sumber : Praise #14).

Lirik & Chor Lagu ini dapat dilihat di SONGS
IT IS WELL WITH MY SOUL

  1. When peace, like a river, attendeth my way,
    When sorrows like sea billows roll;
    Whatever my lot, Thou has taught me to say,
    It is well, it is well, with my soul.
Refrain:
It is well, with my soul,
It is well, it is well, with my soul.
  1. Though Satan should buffet, though trials should come,
    Let this blest assurance control,
    That Christ has regarded my helpless estate,
    And hath shed His own blood for my soul.
  2. My sin, oh, the bliss of this glorious thought!
    My sin, not in part but the whole,
    Is nailed to the cross, and I bear it no more,
    Praise the Lord, praise the Lord, O my soul!
  3. For me, be it Christ, be it Christ hence to live:
    If Jordan above me shall roll,
    No pang shall be mine, for in death as in life
    Thou wilt whisper Thy peace to my soul.
  4. But, Lord, ’tis for Thee, for Thy coming we wait,
    The sky, not the grave, is our goal;
    Oh, trump of the angel! Oh, voice of the Lord!
    Blessed hope, blessed rest of my soul!
  5. And Lord, haste the day when my faith shall be sight,
    The clouds be rolled back as a scroll;
    The trump shall resound, and the Lord shall descend,
    Even so, it is well with my soul.

NYAMANLAH JIWAKU
Verse 1
Bila damai mengiring jalan hidupku
Rasa aman di hatiku
Dan kesusahan menimpaku
Tlah Kau ajarku mengingat firmanMu
Reff:
Nyamanlah jiwaku
Nyamanlah, nyamanlah jiwaku
Verse 2
Dalam pergumulan dan perncobaan
Kristus membrikan jaminan
Dan mempedulikan kepapaanku
DarahNya membasuh jiwaku
(back to Reff)

Verse 3
Tuhan lekaskanlah harinya tib
Imanpun akan tampaklah
Dan sangkakala pun akan berbunyi
Tuhan akan turun ke bumi
(back to Reff)


Sumber : www.majalahpraise.com

Jumat, 18 Juli 2014

John Francis Wade, 1711-1786

O, Come All Ye Faithfull / Adeste Fideles (Hai Mari Berhimpun) (John Francis Wade, 1711-1786)

O, Come All Ye Faithfull / Adeste Fideles (Hai Mari Berhimpun) (John Francis Wade, 1711-1786)


Tampaknya hampir semua orang Kristiani tahu lagu Natal yang berjudul ‘Hai Mari Berhimpun’. Bagaimana tidak, selama dua abad lebih lagu yang aslinya dalam bahasa Latin ‘Adeste Fideles’ ini sudah dinyanyikan baik dalam bahasa latin, Inggris dan hampir semua bahasa di dunia. Lagu ini boleh dikatakan sebagai lagu Natal yang paling populer kedua setelah ‘Silent Night’ (Malam Kudus). Di balik kisah lagu ini, ada banyak hal yang bisa dipelajari.

Melodi Diciptakan Lebih Dulu
    Kebanyakan lagu hymne, diciptakan lirik (kata-kata) nya dahulu, baru menyusul melodi (not) nya. Namun tidak begitu dengan lagu yang diberi judul ‘O Come, All Ye Faithful’ ini. Lagu Natal ini mula pertama dikenal melodinya dahulu, kemudian baru syairnya.
    Kisahnya diawali pada tahun 1744. Not-not yang bernada gembira itu sudah dimasukkan dalam sebuah sandiwara yang lucu di Paris, Perancis. Menurut penyelenggara dagelan itu, melodi yang dipakainya adalah sebuah ‘lagu Inggris’. Enam tahun setelah itu, tepatnya tahun 1750, lagu itu lengkap dengan kata-kata aslinya dalam bahasa Latin, dan sudah dipakai oleh umat Katolik di Lisbon, ibu kota Portugis. Dari sana ada orang-orang yang membawanya ke London, Inggris.
     Seseorang, entah siapa, menggubah kembali not-notnya, sehingga menjadi sama seperti melodi yang kita dengar pada masa kini. Dalam bentuknya yang baru, lagu itu dinyanyikan pada Hari Natal tahun 1785 dalam sebuah Chapel Katolik kecil di gedung kedutaan besar Portugis di London. Di sana seorang bangsawan Inggris sempat mendengarnya. la sangat menyukai lagu Natal itu, bahkan dikira sebagai ‘Portuguese Hymn’ (Lagu Rohani Portugis). Kemudian ia pun mengajarkannya kepada anggota paduan suara yang dipimpinnya. Sebutan ‘Portuguese Hymn’ untuk lagu Natal itu masih tetap dipakai hingga kini dalam banyak buku nyanyian. Rupa-rupanya banyak penerbit belum tahu mengenai asal mulanya lagu tersebut. Bahkan sempat dianggap lagu ini karya Raja Joseph atau Raja John dari Portugal, atau bahkan komposer opera Marcas Portugal.
    Sementara itu, umat Kristen bukan Katolik makin lama makin banyak menggunakan melodi dari lagu Natal itu. Hanya saja, mereka umumnya tidak tahu bahwa sebenarnya bentuk asli nyanyian itu adalah sebuah lagu Natal. Mungkin karena kata-kata aslinya ditulis dalam bahasa Latin, yakni bahasa liturgi dan kebaktian Gereja Katolik. Maka melodi itu dipisahkan dari syair bahasa Latin yang tidak dipakai secara umum dan ‘dijodohkan’ dengan berbagai-bagai syair rohani yang lain. Misalnya, dalam buku Nyanyian Kemenangan Iman (NKI No.22) maupun dalam buku Lagu Sion, melodi itu ‘dijodohkan’ dengan sebuah lagu rohani biasa ‘Teguhlah Alasan’ (sedangkan buku Lagu Sion itu tidak memuat sama sekali ‘Lagu Natal’ yang dikisahkan dalam buku ini).

Pengarangnya Diketahui
    Walaupun lagu ‘O Come, All Ye Faithful’ sudah banyak dipakai umat Kristiani di seluruh dunia, namun sampai tahun 1947 pengarangnya belum diketahui. Awalnya orang percaya bahwa lagu ‘Adeste Fideles’ dibuat pada abad ketiga belas dan ditulis dalam bahasa Latin oleh St Bonaventura. Namun, legenda itu dibantah oleh Dom John Stephan, seorang imam sekaligus sarjana Katolik yang meneliti nyanyian.
    Pada dekade terakhir tepatnya tahun 1946, ternyata ditemukan tujuh buah manuscrip, yang memuat syair asli ‘Adeste Fideles’ yang ditandatangi oleh J.F. Wade. Dom John Stephan However mulai meneliti ke tujuh naskah itu. Dari berbagai-bagai tanda, ia mengambil kesimpulan bahwa John Francis Wade bukan hanya yang menyalin Lagu Natal itu, melainkan juga yang mengarangnya. Mungkin ada beberapa kata-kata atau not-notnya yang dipinjamnya dari hasil karya pengarang lain. Namun lagu Natal yang ditulis kira-kira tahun 1740-1743 itu dipastikan adalah gubahan J.F. Wade sendiri. Maka pada tahun 1947 sarjana Katolik itu menerbitkan sebuah buku kecil yang mengumumkan penemuannya. Sejak itu dipercaya bahwa lagu Adeste Fideles merupakan karya besar dari John Francis Wade.
    John Francis Wade, dilahirkan di Shrewsbury, Inggris, pada tahun 1710 dalam sebuah keluarga Katolik yang saleh. Sulit sekali menjadi seorang Katolik di negeri Inggris pada permulaan abad yang ke delapan belas. Karena pada akhir abad yang ketujuh belas, pernah ada seorang raja Inggris yang sangat menindas rakyat. Ia diusir dan digantikan oleh seorang raja baru. Raja lama itu seorang Katolik. Namun penggantinya seorang Kristen non-Katolik bernama raja James II. Maka orang-orang Katolik di Inggris acapkali dicurigai, kalau-kalau mereka masih memihak pada raja yang lama itu.
    Dalam suasana yang penuh prasangka itu, banyak umat Katolik yang mengungsi dari Inggris ke negeri-negeri lain. Salah satu pusat perantauan mereka adalah kota Douay, di sebelah utara negeri Perancis. Douay terletak hanya 150 kilometer jauhnya dari pantai selatan Inggris, maka banyak pengungsi Katolik dengan mudah dapat berkumpul di sana. Di tempat itu pula mereka membuka sebuah perguruan tinggi untuk pendidikan para pastor yang berbahasa Inggris.
    Ketika usianya kira-kira 30 tahun, John Francis, yang juga turut mengungsi, studi di sekolah tinggi umat Katolik di kota Douay itu. Pekerjaannya sebagai guru musik. Tetapi ia pun merangkap menjadi seorang kaligrafer (ahli membuat tulisan indah). Pada masa itu mesin cetak bahkan stensil belum ditemukan, sehingga kalau mau menggubah lagu atau musik, dicarilah seorang juru tulis yang rapih dan teliti. John F. Wade biasa bekerja sambilan sebagai seorang juru tulis partitur lagu. Sepanjang umurnya sampai ia meninggal pada tahun 1786, ia menyalin banyak sekali gubahan lagu umat Katolik, untuk dipakai baik dalam kebaktian umum maupun dalam rumah-rumah tempat tinggal.
    Salah satu koleksi lagu pilihan dalam bahasa Latin yang pernah disalin oleh John F. Wade itu berjudul Cantus Diversi (Berbagai-bagai Nyanyian). Dan di dalam koleksi itulah terdapat sebuah lagu Natal yang berjudul ‘Adeste Fideles’. J.F. Wade menjual syair tersebut dalam bahasa latin yang disertai musik untuk biaya hidup sehari-harinya. Penjualan dilakukan dengan dua cara : langsung kepada chapel dan biara-biara Roma Katolik dan secara tidak langsung kepada rakyat melalui keluarganya. Penjualannya laris karena lagunya mudah dan sederhana. Itulah sebabnya selama beberapa tahun lagu ‘Adeste Fideles’ masih dipertanyakan apa lagu ini digubah oleh J.F. Wade atau orang lain ? Jika oleh J.F. Wade, mengapa ia menggunakan cara penjualan melalui biara dan chapel katolik serta masyarakat umum ? Apakah lagu ini benar-benar suatu musik Gerejawi atau rakyat ?
    Dalam versi bahasa latin, semua syair ditekankan pada penyembahan kepada seorang bayi yang lahir di Betlehem, yang kita kenal sebagai Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kita. Padahal di kalangan masyarakat, sudah dinyanyikannya sebagai lagu rakyat. Para sarjana Kidung pujian meneliti ada hal yang menarik dalam penulisan lagu tersebut. Lagu ini hampir menyerupai sebuah lagu rakyat (Folksong), karena begitu polos dan sederhana, bahkan baris-baris syairnya tidak bersajak sama sekali, dalam bahasa aslinya pun tidak. Namun kata-katanya sangat cocok dengan not-notnya, seolah-olah orang yang sama itu menciptakan kedua-duanya.
    Sejak tahun 1791 umat Kristen di Inggris sudah mulai memakai melodi itu. Sembilan tahun sesudah itu, yaitu tahun 1800, umat Kristen di Amerika Serikat mulai menyanyikannya. Di Amerika serikat lagu dalam bahasa latin ‘Adeste Fideles’, dapat dijumpai pertama kali di penerbit New York (published by John and Michael Paff, N.Y., ca 1803) sebagai lagu rakyat (Folksong) Amerika pada tahun 1803, dengan catatan syair dan musik oleh J.F. Wade. Walaupun sampai tahun itu masih saja ada yang meragukan apakah benar karya J.F. Wade. Dan
dari sanalah musik itu mulai tersebar ke negeri-negeri lain.

Syairnya Diterjemahkan Ke 120 Bahasa
    Pada pertengahan abad 19, ada beberapa pemimpin Gereja Inggris (Anglikan) yang sangat tertarik pada Gereja Katolik. Mereka mulai mencurahkan perhatian pada nyanyian-nyanyian pujian yang berasal dari orang-orang Katolik dan yang belum dimanfaatkan oleh umat Kristen non-Katolik.
    Salah seorang yang meneliti adalah seorang anak mantan gubernur pemerintah penjajah Inggris di India yang bernama Frederick Oakeley. Ia lahir di Shrewsbury, Inggris, pada 5 September 1802. Setelah mendapat pendidikan yang baik di Balliol College, Oxford, ia menjadi seorang pendeta dari Gereja Anglikan, yaitu gereja resmi negara Inggris. Frederick menemukan lagu ‘Adeste Fideles’ yang dibawa para pengungsi ketika penganiayaan berakhir. Selanjutnya Lagu Natal latin tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Bait 1-4 diterjemahkan dari bahasa Latin ke bahasa Inggris oleh Frederick Oakeley pada tahun 1841 supaya dapat dinyanyikan di gereja Margaret Street Chapel London. Sedangkan bait 5, 7 dan 8 diterjemahkan oleh William Thomas Brooke (1848-1917). Bait 6 diterjemahkan oleh Owen West dan Michael W. Martin. Terjemahan Frederick versi pertama diberi judul ‘Ye Faithful, Approach Ye’. Terjemahan yang kedua, disertai dengan perubahan-perubahan seperlunya, baru diberi judul yang dikenal sekarang yaitu ‘O Come, All Ye Faithful, Joyful and Triumphant !’ Dari 40 terjemahan Inggris yang beredar waktu itu, terjemahan Frederick Oakeley-lah yang paling populer. Terjemahannya ini, kemudian menjadi dasar dari berbagai-bagai terjemahan yang dibuat dalam bahasa Indonesia yang diberi judul ‘Hai Mari Berhimpun’ dan sudah diterjemahkan ke dalam 120 bahasa dan dialek di seluruh dunia.
    Empat tahun kemudian, yaitu tahun 1845, Frederick Oakeley merasa begitu tertarik pada Gereja Katolik sehingga ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pendeta Gereja Inggris. Pada tahun 1852 ia pun dilantik menjadi seorang pastor. Ia meninggal 29 Januari 1880, di Islington, Middlesex dan dikuburkan di St Mary`s Catholic Cemetery, Kensal Green, Inggris.
    Sementara itu, lagu Natal yang telah diterjemahkannya semakin populer, baik di kalangan umat Katolik maupun di kalangan gereja-gereja lain. Siapa yang bisa menduga suatu karya akan laku dan memberkati banyak orang atau tidak. J.F. Wade menjual teks lagunya ketika membutuhkan uang untuk penghidupannya dalam pengungsian. Tetapi justru karena itu lagunya menjadi populer.
    Bagi Saudara yang sedang berkarya dan kemudian menjadi patah semangat karena merasa tidak dihargai dan diakui oleh orang lain, atau sudah banyak berbuat sesuatu tetapi sampai saat ini belum kelihatan hasilnya, belajarlah dari kisah lagu ini.
    Sejarah akan menemukan caranya sendiri guna mengungkap suatu kebenaran. Ada waktunya Tuhan akan promosikan Saudara dengan caraNya dan dunia akan terpesona, ketika menyaksikan bagaimana tangan Tuhan seperti mengumpulkan potongan-potongan ‘puzzle’ dan ‘puzzle’ itu disusun menjadi sesuatu yang sempurna. (Sumber : Praise # 15).  (Kisah selengkapnya bias dibaca juga dalam buku Story behind The Song terbitan Yis Production plus foto-fotonya). www.majalahpraise.com

Lirik & Chord Lagu ini dapat dilihat di SONGS

Oh, Come, All Ye Faithful  By: John F. Wade
Oh, come, all ye faithful,
Joyful and triumphant!
Oh, come ye, oh, come ye to Bethlehem;
Come and behold him
Born the king of angels:
Oh, come, let us adore him,
Oh, come, let us adore him,
Oh, come, let us adore him,
Christ the Lord.
Highest, most holy,
Light of light eternal,
Born of a virgin,
A mortal he comes;
Son of the Father
Now in flesh appearing!
Oh, come, let us adore him,
Oh, come, let us adore him,
Oh, come, let us adore him,
Christ the Lord.
Sing, choirs of angels,
Sing in exultation,
Sing, all ye citizens of heaven above!
Glory to God
In the highest:
Oh, come, let us adore him,
Oh, come, let us adore him,
Oh, come, let us adore him,
Christ the Lord.

Yea, Lord, we greet thee,
Born this happy morning;
Jesus, to thee be glory given!
Word of the Father,
Now in flesh appearing!
Oh, come, let us adore him,
Oh, come, let us adore him,
Oh, come, let us adore him,
Christ the Lord

HAI MARI BERHIMPUN
Hai Mari Berhimpun Dan Bersuka Ria
Turutlah Semua Ke Betlehem
Marilah Pandang Tuhan Bala Sorga

Reff :

Sembah Dan Puji Dia, Sembah Dan Puji Dia
Sembah Dan Puji Dia, Yang Raja
Bernyanyilah Kamu Tentara Malaikat
Turutlah Bernyanyi Manusia
Pujilah Tuhan Jurus`lamat Dunia
Yang Maha Mulia Lahirlah Di Bumi
Sama Benar Dengan Kita Pun
Datanglah Ia Mengampuni Dosa
Perjanjian Allah Sudah Disampaikan
Kasihnya Nyata Di Dunia
Nyanyi Bersorak Dan Bersuka Ria.

Sumber : maajalah Praise

Kamis, 17 Juli 2014

Kacang lupa Kulit

Pernah dong dengar kata "kacang lupa kulitnya". Yup, kalimat itu sering kita dengar. Kalau seseorang yang sudah kita tolong, sudah kita baik-baikin namun membalasnya dengan melupakan kita.
Yah...sedikit miriplah dengan "air susu dibalas dengan air tuba". Peribahasa ini sangat cocok diberikan untuk umat Israel. Mengapa?
Allah sudah begitu baik dan sangat mengasihi umat Israel. Negerinya diberikan kelimpahan madu dan susunya. Selama pengungsiannya Tuhan selalu menyertai umat Israel, tak pernah sekalipun Tuhan melupakan dan berpaling dari umatNya ini. Tiang awan dan tiang api, kasut yang dipakai buat berjalan selama puluhan tahun tidak pernah rusak. Manna yang selalu dikirim lewat burung-burung di udara. Umat Israel tidak perlu bekerja keras tuk mendapatkan manna. Tuhan sudah sediakan semuanya deh. Sebelum Adam diciptakanpun Tuhan sudah menyiapkan segala sesuatunya buat manusia. Taman Eden, buah-buahan, makanan dan lain sebagainya sudah disediakan olehNya. Bahkan Tuhan tahu kalau Adam itu butuh seorang partner, makanya Tuhan menciptakan Hawa buat menemani Adam. Dia mengerti banget deh semua kebutuhan makhluk yang diciptakanNya. Seperti seorang ayah, apabila dia tahu jika sebentar lagi dia akan memiliki seorang bayi, pastilah dia akan memperlengkapi segala kebutuhan bayinya itu sebelum bayi itu lahir. Apalagi Bapa disurga, Dia tentunya tidak mau mennciptakan sesuatu tidak dengan sempurna. Ga mungkin Tuhan menciptakan Adam namun tidak meyediakan tempat tinggal dan lain-lainnya untuk makhluk ciptaanNya. Adam dan umat Israel sama-sama disayang Tuhan. Namun mereka selalu saja berbuat yang tidak disenangi Allah. Masa Allah Bapa yang menciptakan kita, mengasihi kita, eh...kitanya malah menyembah, mengagungkan yang lainnya. Sakit ati ga??? Nah itulah umat Israel, Kacang lupa ma kulitnya. Lupa pada Allah sang penciptanya. Allah tidak hanya tau menciptakan, namun Dia memelihara umatNya. Dan ini sudah terbukti didalam alkitab bahwa bagaimana Allah selalu menyertai umatNya.
Umat Israel identik dengan umat masa kini, yg adalah kita semua. Jangan kita menjadi "kacang lupa akan kulitnya"
Jangan kita membalas air susu dengan air tuba. Ingatlah pada Dia, yang menciptakan serta memelihara kita dengan baik.
Banggalah dengan menjadi seorang Kristen. Bersikaplah sebagaimana Yesus sendiri yang sudah menjadi teladan kita.
Hiduplah dengan penuh damai dan berkat-berkatNya. Jadilah garam dan terang. Tuhan Yesus mencintai kita semua. amin

(Nehemia 9 )

By; S.Hoky


Rabu, 16 Juli 2014

Auto-Biografy Fanny Crosby


 

  Bagaimana perasaan Saudara jika Saudara mengalami cacat fisik atau buta seumur hidup ? Pasti sangat sulit dibayangkan jika hal itu terjadi dalam hidup kita bukan ?! Biasanya kita berpikir jika mengalami cacat fisik, misalnya kita menjadi buta, maka kita tidak sempurna sebagai manusia. Dan biasanya kita merasa malu kalau mata kita menjadi buta. Bahkan, ada pula orang tua yang tega membuang bayinya yang baru lahir karena bayinya itu buta. Sungguh kejam tindakan orang tua tersebut. Tapi orang yang memiliki cacat fisik, sebenarnya mereka adalah orang yang sangat istimewa. Mereka memiliki kelebihan yang sangat jarang dimiliki oleh orang yang fisiknya sempurna. Orang yang memiliki cacat fisik juga bisa melayani Allah dengan kemampuan yang tidak tertandingi.  BUTA SEJAK MASIH BAYI
            Ada seorang wanita buta yang telah dipakai Allah untuk mengarang syair lagu-lagu Kristen secara luar biasa. Nama wanita buta itu ialah Fanny Jane Crosby. Dia lahir dengan normal pada tanggal 24 Maret 1820. Pada waktu dia baru berumur 6 (enam) minggu, dia menderita infeksi di matanya. Lalu karena dokter yang biasanya mengobati keluarganya sedang pergi ke luar kota, mereka meminta kepada seorang yang mengaku dokter di daerah itu untuk mengobati. Tapi ternyata setelah diobati, hasilnya sangat mengerikan, yaitu mata Fanny yang masih bayi itu menjadi buta total. Melihat keadaan itu orang tua Fanny menjadi sedih sekali. Dan kesedihan mereka bertambah lagi karena beberapa bulan kemudian ayah Fanny meninggal dunia. Untuk menghidupi keluarganya, ibunya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Fanny yang buta dan masih kecil dititipkan kepada neneknya. Dengan sabar, sang nenek mendidik Fanny, mengajarkan cara berdoa juga membaca ayat-ayat Alkitab. Karena mata Fanny buta, dia tidak dapat bersekolah di sekolah umum seperti anak-anak sebayanya.
 NENEKNYA MENGAJARI DIA MENGHAFAL AYAT-AYAT ALKITAB
           Fanny ternyata memiliki kemampuan menghafal yang luar biasa, dia bisa hafal seluruh kitab Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Matius, Markus, Lukas, Yohanes, Amsal, dan Pasal-pasal dalam kitab Mazmur. Sungguh hebat bukan ?! Kemampuannya menghafal isi Alkitab ini membuat orang lain terkagum-kagum. Fanny bersyukur, karena dengan kebutaannya ini, dia malah bisa meningkatkan kemampuannya menghafal secara luar biasa. Kemampuannya menghafal ayat Alkitab itu pula yang membuat Fanny bisa mendapatkan tema, inspirasi, dan kata-kata yang indah untuk menuliskan syair lagu-lagu Kristen. Fanny juga sangat pandai membuat puisi. Saat umurnya 8 tahun dia menulis puisi yang sangat indah berikut ini :
Oh, aku anak yang sangat berbahagia
Meskipun aku tidak bisa melihat
Aku memutuskan bahwa di dunia ini
Aku akan berpuas hati
Begitu banyak berkat ku nikmati
Yang tidak orang lain dapati !
Untuk menangis atau berduka karena aku buta
Aku tak akan melakukannya
            Fanny tidak pernah bersedih karena dia buta, yang membuatnya sedih ialah dia tidak bisa bersekolah seperti teman-temannya yang lain, yang normal penglihatannya.
BELAJAR DAN BEKERJA
            Untunglah, saat mendekati ulang tahunnya yang ke-15, Fanny mendapat berita yang sangat menggembirakan, yaitu ibunya berhasil mengumpulkan biaya untuk menyekolahkan Fanny ke ‘The Institution For the Blind’ di New York. Ini adalah satu-satunya sekolah untuk anak-anak buta di Amerika pada waktu itu. Di sekolah ini Fanny menjadi murid teladan dan kemampuan mengarang puisinya berkembang pesat. Bahkan pada umur 23 tahun, dia mendapat kesempatan menjadi wanita pertama yang diijinkan berpidato di depan Kongres Amerika (semacam DPR) di kota Washington D.C. Di sana Fanny tidak membaca pidato atau bercerita, tapi dia melantunkan beberapa puisi tentang kasih dari Sang Juru Selamat. Para pemimpin Amerika sangat tersentuh dengan puisi-puisi Fanny. Dan sejak saat itu dia banyak berteman dengan para pemimpin negara Amerika, termasuk berteman dengan beberapa presiden Amerika. Fanny kemudian menjadi guru di sekolah tempat dia belajar. Namun hal yang mengagetkan, meskipun Fanny sudah menghafal banyak sekali isi Alkitab, ternyata Fanny baru bertobat sungguh-sungguh dan menerima Kristus pada saat dia berumur 31 tahun. Hal itu terjadi dalam suatu Kebaktian Kebangunan Rohani yang dia hadiri.
            Kemudian pada umur 38, Fanny yang selain pandai membuat puisi, juga pandai memainkan harpa dan piano, menikahi Alexander van Alstine, seorang buta yang merupakan pemain organ terkenal di New York. Mereka kemudian mendapatkan seorang anak, tetapi saat masih bayi, anak mereka meninggal dunia.
MENJADI PENGARANG SYAIR LAGU KRISTEN
            Sampai umurnya 40-an, Fanny belum menciptakan syair lagu untuk nyanyian Kristen, tapi dia sudah menjadi pencipta puisi yang sangat terkenal. Kemudian melalui seorang pendeta dari Dutch Reform, Fanny dipertemukan dengan William Bradbuny, seorang komposer lagu yang terkenal. William sudah mendengar tentang Fanny dan ingin bertemu dengannya. Kemudian William meminta Fanny untuk menulis syair puisi untuk lagu Kristen. Akhirnya pada tahun 1864, saat Fanny berumur 44 tahun, dia menciptakan syair puisi untuk lagu Kristennya yang pertama.
            Sejak saat itu Fanny Crosby dikontrak oleh penerbit buku ‘Bigelow and Main’ di New York dan diberi tugas untuk menulis 3 buah syair untuk lagu rohani setiap minggu. Syair-syairnya itu kemudian diterbitkan dalam buku untuk pengajaran Sekolah Minggu. Dan penerbit itu memiliki koleksi 5.900 syair rohani dari Fanny Crosby. Mereka memberikan tunjangan finansial untuk kehidupan Fanny sampai akhir hidupnya.
             Hingga meninggalnya, Fanny telah menulis lebih dari 8000 syair untuk lagu rohani. Namun Fanny tidak selalu mencantumkan namanya sebagai pengarang syair yang dia buat. Fanny memakai tidak kurang dari 200 (dua ratus) nama samaran, dia tidak mau dikenal sebagai pengarang dari begitu banyak lagu rohani. Sungguh luar biasa karyanya, dia merupakan penulis syair terbanyak yang pernah ada. Kebutaannya membawa berkat yang luar biasa bagi umat manusia, sampai sekarangpun syair-syair lagu rohani Fanny Crosby masih dinyanyikan di mana-mana oleh berjuta-juta orang percaya di seluruh dunia, diterjemahkan ke dalam berpuluh-puluh bahasa.
SYAIR LAGU ‘BLESED ASSURANCE’
             Salah satu syair lagu karangan Fanny Crosby yang terkenal adalah ‘Blessed Assurance’. Penciptaan syair lagu ini memiliki kisah yang unik. Fanny Crosby memiliki banyak sahabat, dan salah satunya adalah nyonya Phoebe Knapp. Phoebe ini adalah seorang yang kaya dan pandai memainkan organ, dia juga senang menciptakan melodi untuk lagu rohani. Pada tahun 1873, saat Fanny berumur 53 tahun, pada suatu hari Phoebe datang ke rumah Fanny Crosby. “Tante Fanny, saya baru saja menciptakan melodi untuk lagu rohani. Coba dengarkan ya, saya akan memainkannya”. Phoebe lalu duduk di depan piano dan mulai memainkan melodi lagu ciptaannya. Fanny Crosby menurut kesaksiannya sendiri tidak pernah mengarang syair lagu rohani tanpa terlebih dahulu berdoa. Jadi mungkin sekali pada saat itu Fanny berlutut sejenak untuk berdoa. Phoebe selanjutnya memainkan melodi lagu ciptaannya untuk kedua kalinya, lalu untuk ketiga kalinya. Sambil menoleh  kepada tante Fanny, dia bertanya “Tante Fanny, apa yang dikatakan oleh not-not yang saya mainkan tadi?”
             Pada saat itu juga Fanny berkata : “Blessed assurance Jesus is mine” (Ku berbahagia yakin teguh). Dalam waktu tidak lebih dari 5 menit, keseluruhan syair lagu itu yang terdiri dari 3 bait selesai dikarang oleh Fanny Crosby. Sungguh luar biasa. Keseluruhan bait pertama lagu itu berbunyi :
Blessed assurance Jesus is mine
O what a foretaste of glory divine
Heir of salvation, purchase of God
Born of His Spirit, washed in His blood

Reff  :
This is my story this is my song
Praising my Savior all the day long
This is my story this is my song
Praising my Savior all the day long

           Sungguh syair lagu yang luar biasa dan dengan melodi yang tepat maka lagu ini menjadi nyanyian rohani yang disukai oleh orang percaya di seluruh dunia selama lebih dari seratus tahun. Ada banyak syair lagu rohani karangan Fanny Crosby yang masih terus disenandungkan oleh orang-orang percaya sampai saat ini. Memang melalui kebutaannya malah membuat Fanny Crosby bisa memunculkan kemampuannya yang luar biasa dalam mengarang syair lagu Kristen. Tuhan merencanakan hal yang terindah bagi Fanny yang mengalami kebutaan total sejak usia 6 minggu itu. Begitu juga dalam kehidupan kita, apapun malapetaka yang terjadi dalam kehidupan kita, bisa diproses Allah untuk kebaikan kita, seperti yang tertulis dalam Roma 8:28.
           Apakah saudara memiliki cacat tubuh? Mengalami kebutaan, atau kelumpuhan? Memiliki anggota tubuh yang tidak lengkap? Atau memiliki ‘kekurangan’ dalam tubuh saudara yang dianggap oleh orang lain sebagai hal yang memalukan? Ingatlah, Allah memiliki rencana yang luar biasa bagi hidup kita, apapun keadaan tubuh kita.
           Belajarlah dari Fanny Crosby, yang walaupun tidak pernah bisa melihat indahnya matahari terbenam, indahnya pelangi, indahnya pemandangan alam dengan mata jasmaninya, namun dia dipakai Allah untuk menunjukkan kepada kita semua melalui syair-syair lagu rohaninya. Sehingga melalui syair ciptaannya itu, kita melihat kebesaran Allah, kasih, kuasa dan karya Allah yang tak terselami. (Kisah selengkapnya dapat dibaca dalam buku ‘Story Behind The Song’ terbitan YIS production, lengkap dengan foto-fotonya)/ (Sumber : Praise #2).
 Lirik & chord lagu nya dapat dilihat di SONGS
 Blessed Assurance (Ku Berbahagia)
 1.Blessed assurance, Jesus is mine!
   Oh! what a foretaste of glory divine!
    Heir of salvation, purchase of God
    Born of his spirit, washed in his blood
 Reff :  This is my story, this is my song
           Praising my saviour all the day long  
           This is my story, this is my song
           Praising my saviour all the day long

2. Perfect submission, perfect delight     
    Visions of rapture now burst on my sight
    Angels descending, bring from above    
    Echoes of mercy, whispers of love (ke Reff)
 
3. Perfect submission, all is at rest     
    I in my saviour am happy and blest
   Watching and waiting, looking above     
    Filled with his goodness, lost in his love (keReff)
 KUBERBAHAGIA
 1. Ku berbahagia, yakin teguh: Yesus abadi
     kepunyaanku! Aku warisNya, `ku ditebus,
     ciptaan baru Rohulkudus.
 Reff:
Aku bernyanyi bahagia memuji Yesus selamanya.
Aku bernyanyi bahagia memuji Yesus selamanya.
 2. Pasrah sempurna, nikmat penuh; suka sorgawi
     melimpahiku. Lagu malaikat amat merdu;
     kasih dan rahmat besertaku.(keReff)
 3. Aku serahkan diri penuh, dalam Tuhanku
     hatiku teduh. Sambil menyongsong kembaliNya,
     `ku diliputi anugerah.(ke Reff)
 Sumber : www.majalahpraise.com

SAMPAH

Sampah adalah barang-barang buangan yang sudah tidak berguna lagi bagi hidup manusia. Sampah bau, kotor dan menjijikkan. Semua manusia memiliki sampah dan membuangnya begitu saja pada tempat sampah maupun dijalanan.
Tak jauh  beda dengan kehidupan manusia. Manusia hanya tau menyalahkan dan menghakimi sesamanya. Jika ada yang hidupnya penuh dengan dosa, maka mereka akan dituding sebagai orang yang tidak berguna, sampah masyarakat. Hidup seperti ini sudah bagaikan hidup didalam neraka (walau belum pernah merasakan neraka aslinya hehehehe). Mereka yang dikucilkan seperti itu akan merasa smakin terpuruk. Banyak diantaranya sampai nekat mengakhiri hidupnya dengan jalan bunuh diri. Mereka merasa kotor dan menjijikkan sehingga orang-orang menjauhi mereka. Bukannya merangkul dan menyadarkan mereka tuk kembali ke jalan yg benar tetapi malah menghakimi, menuding dan menjauhi mereka, sehingga terjadilah sikap yang semakin kacau. Mau bertobat namun takut dengan penolakan-penolakan. akhirnya mereka semakin jatuh lebih dalam lagi.
Ingatlah, bahwa tidak semua sampah itu tidak berguna. Sampah-sampah yang sudah terbuang dan tidak dianggap layak masih bisa didaur ulang. dibuat baru, dipoles menjadi sesuatu yang lebih indah.
Begitu pula dengan hidup kita. Yesus datang ke dunia sebagai recycle dari hidup kita yang lama, yang penuh dosa menjadi lahir baru.
Hidup kita didaur ulang dan diproses sehingga membuat kita menjadi lebih berharga dan layak dimata Tuhan.
Kita bukan lagi menjadi sampah, namun berkat Yesus kita terdaur ulang menjadi ciptaan yang baru. Ciptaan yang lebih mulia.
Ingatlah bahwa dulu Sauluspun penuh dosa, namun karena Tuhan mendaur ulang hidupnya sehingga Saulus berubah menjadi Paulus.
Ingat pula kisah seorang pelacur yang akhirnya bertobat setelah didaur ulang oleh Tuhan Yesus. Masih ingat pula cerita seorang pemungut cukai yang serakah, Zakheus yang menganggap dirinya penuh dengan dosa namun bertobat setelah didaur ulang juga ma Tuhan Yesus?
Jadi, janganlah takut dan ragu untuk datang pada Yesus. Sujud dan minta pengampunanlah padaNya. Jangan hiraukan tudingan atau penghakiman manusia, tapi takutlah pada penghakiman Tuhan. Kita semua berharga dimata Tuhan. Yesus cinta saya, kamu dan kita semua. Haleluyah

By: S.Hoky

Selasa, 15 Juli 2014

Dia, yang turut mendatangkan kebaikan

Ada seorang lelaki paruhbaya yang suka hidup menyendiri. dia tidak bergaul dengan siapapun. orang-orang disekitarnya mengenal dia sebagai "si bengis". Bukan karena dia jahat, tetapi karena dia sama sekali tidak pernah memberikan senyuman atau bergaul dengan orang lain. Dia merasa tidak membutuhkan bantuan orang lain karena dia merasa ...hidup berkecukupan dan dia bisa mengerjakannya sendiri tanpa harus meminta bantuan orang lain. suatu ketika dia merasa tidak enak badan, akhirnya dia pergi ke dokter untuk memeriksakan dirinya. dan dokterpun memberi rujukan untuk check up di laboratorium. setelah menunggu kurang lebih 3 hari, akhirnya hasil dari lab keluar dan lelaki ini kembali mengunjungi dokternya. Akhirnya dia divonis menderita penyakit yang parah dan diperkirakan hidupnya tinggal beberapa bulan lagi. Dibulan pertama dia lalui dengan depresi karena dia memikirkan hidupnya yang tidak akan lama lagi. bulan kedua badannya semakin kurus, mukanya semakin kuyu karena dia stress memikirkan penyakitnya. memasuki bulan yag ke 3, dia akhirnya berniat merubah sikapnya. Karena dia berpikir bahwa hidupnya tidak akan lama lagi, dia berpikir apa salahnya jika mulai dari sekarang dia berubah. dia mulai tersenyum dan menyapa orang-orang disekitarnya. Dia mulai mau mengunjungi dan bercakap-cakap dengan tetangganya. Orang-orang yang mengenalnya menjadi sangat heran sekaligus gembira melihat perubahan sikap dari lelaki paruh baya ini. Setiap weekend, lelaki ini mengundang teman-teman sekompleknya untuk membuat acara barbeqiu dibelakang rumahnya. Dia menikmati suasana yang begitu ceria. Dia mulai dapat tertawa lebih keras ketika melihat tingkah laku anak-anak tetangganya yang lucu-lucu. Tetangganyapun kerap mengundang dan mengirimi makanan buatnya. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tanpa terasa bulan yang telah divonis oleh dokter sudah dia lewati. akhirnya dia kembali mengunjungi dokter tersebut, dan dokter itupun mengatakan bahwa hal ini sungguh ajaib. bukan menunda umur tetapi penyakit lelaki ini hilang sama sekali. kondisinya 100 persen pulih. Badan lelaki ini sudah tidak kurus lagi, mukanya sudah kembali segar bahkan terlihat jauh lebih baik karena ada keceriaan yang tampak diwajahnya.
Saudaraku...1 buah senyuman efeknya luar biasa. 1 buah senyuman dapat memperpanjang usia kita. 1 buah senyuman dapat menyembuhkan luka atau sakit kita. 1 buah keceriaan dapat membuat hidup kita berubah total. 1 buah kebajikan membuat kita dapat menjadi seorang malaikat dimata orang lain dan menciptakan sejuta keajaiban. Dan yang terpenting yang harus kita sadari bahwa Tuhan bekerja untuk mendatangkan keajaiban/kesembuhan melalui cara apa saja. lewat sahabat-sahabat kita,lewat tetangga kita, lewat orang-orang terdekat dari kita. Dunia kedokteran terbatas, tapi tangan dan kuasa Tuhan tidak terbatas. Dia menyembuhkan secara ajaib dan luar biasa. tidak perlu gunting,pisau,jarum dan lain-lain yang biasa kita temui di rumah sakit. Dia bisa memakai apa saja, bahkan hanya melalui iman dari sahabat,saudara dan orang terdekat kita. Dia Allah yang ajaib. Dia Allah penyembuh. Dia Allah yang peduli.
Teruslah berbuat kebajikan karena kita tidak tau sampai kapan batas kita hidup didunia ini
Selamat pagi dan Tuhan memberkati.
Silahkan di copy, tapi untuk menghargai karya seseorang, mohon dicantumkan sumber tulisan ini. YHbu

By : SH